Sartre: riwayat dan sari singkat filsafat eksistensialismenya

Jean-Paul Sartre :
 KITA DIHUKUM UNTUK BEBAS

             Banyak yang berjuang demi kebebasan, kenapa justru  bagi Jean-Paul Sartre kebebasan adalah hukuman kita, manusia. We are condemned to be free. Condemn, because he did not create himself, yet, in other respect is free; because, once thrown into the world, he is responsible for everything he does. Kita dikutuk untuk bebas. Dikutuk, karena manusia tidak menciptakan dirinya, tetapi di lain sisi bebas; sebab, sejak terlempar ke dunia, manusia bertanggung jawab atas semua yang dia lakukan. Begitulah ungkap Jean-Paul Sartre, seorang filsuf prancis yang terkenal dengan keyakinanya bahwa manusia sepenuhnya bebas, manusia adalah kebebasan mutlak.
Pendapatnya yang paling dasar bahwa manusia sepenuhnya bebas. Maka eksistensinya mendahului esensi. Oleh karena itu, tidak ada kodrat manusia yang tetap. Manusia bebas, manusia adalah kebebasan. Dia menggunakan metode fenomenologi Edmund Hussserl yang sempat ia pelajari di Jerman. Fenomenologi mencoba menangkap fenomena dunia sealami mungkin.
            Lahir pada 21 juni 1905 di Paris, Sartre kecil yang biasa dipanggil Poulou, memiliki fisik lemah dan sangat sensitif. Seperti anak berfisik lemah, dia suka menyendiri dan melamun. Masa kecilnya terkesan pahit bagi dia karena sering menjadi korban anak yang lebih kuat. Walaupun begitu, dia dikenal sebagai murid yang cerdas. Kita dapat membaca autobiography tentang masa kecilnya yang dia tulis dalam bentuk novel berjudul Words. Ayah kandungnya meninggal saat dia berumur dua tahun. Dia dan ibunya lalu hidup bersama kakeknya, seorang guru besar di universitas Sorbone. Saat berumur dua belas tahun ibunya menikah lagi. Hal ini memberi pukulan baginya. Beberapa saat kemudian dia tidak lagi mempercayai keberadaan Tuhan dan terang-terangan menentang pandangan  kakek dan ayah tirinya.
            pada usianya yang ke tujuh belas, ia memulai enam tahun studinya di Universitaas Sorbone untuk mendapat agregation, suatu ujian yang memberi peluang karier akademis dalam filsafat. Pada 1928 ia gagal dan parahnya mendapat peringkat terakhir di kelasnya. Namun dari penundaan itu ia bertemu Simone de Beauvoir, seorang tokoh feminis, yang menjadi kekasih seumur hidup (saat kematian Sartre Simone menangis semalaman di atas tubuh Sartre samapai akhirnya dibujuk dokter). Mereka sering bersama dan menjadi kekasih intelektual juga. Sartre lulus sebagai peringkat pertama pada ujian tersebut dan Simone de Beauvoir peringkat sesudahnya. Pada tahun 1929 mengikuti wajib militer. Ia sempat ditahan Nazi pada 21 juni 1940 hingga akhirnya melepaskan diri pada maret 1941 (di saat seperti ini dia mengarang Being and Nothingness)
            Jean-Paul Sartre terkenal sebagai salah satu tokoh kunci dalam filsafat eksistensialisme, filsafat yang populer setelah masa perang dunia. Oleh karena itu, menjelajahi alam pemikirannya sangatlah penting dalam kajian eksistensialisme.
 Kecenderungan filsafat eksistensialisme telah muncul sejak Kierkegaard(1813-1855) yang dikenal sebagai bapak eksisistensialisme. Nietzsche (1844-1900), sang pembunuh Tuhan, melanjutkan kecenderungan yang telah ada pada Kierkegaard. Walau mereka tidak menyebut secara langsung istilah eksistensialisme dan menyebut diri eksistensialis,mereka para proto-eksistensialisme tersebut sangat berjasa dalam lahirnya eksistensialisme. Hal ini dilanjutkan dengan seabrek tokoh eksistensialis seperti Karl Jasper(1883-1969), Nicolas Alexandrovitch Berdyaev(1874-1948) Miguel de Unamuno (1864-1936), Gabriel Marcel(1889-1973), Dosto   ,Martin Heidegger (1889-1976)  dan banyak lagi.
 Dari contoh-contoh nama tersebut ada sangat banyak perbedaan, bahkan diantaranya sangat radikal (Nietzsche, Sartre adalah ateis tulen sedangkan Kierkegaard kristen yang kuat bahkan menyatakan tahap tertinggi manusia adalah tahap religius) lalu apakah kesamaan dari mereka yang menyebut dirinya eksistensialisme(Heidegger tidak menyebut dirinya eksistensialis tapi dia dimasuka dalam golongan in) Rumusan eksistensialisme Sartre yang pertama dan utama adalah eksistensi mendahului esensi. Eksistensi yaitu keberadaan di dunia, suatu syarat untuk ada (beberapa filsuf eksistensialis lebih suka istilah mengada) sedangkan essensi yaitu hakikat, kodrat atau inti dari suatu keberadaan. Banyak aliran filsafat sebelum eksistensialisme percaya pada hakikat atau kodrat dan memulai filsafatnya dari esensi, contohnya adalah filsafat skolastik. Inilah yang dibalik oleh kaum eksistensialis, dan yang paling radikal adalah Sarte, dengan mendasarkan filsafat mereka pada eksistensi. Sebagai kelanjutanya kodrat manusia tidak ada karena man is nothing else but what he makes of himself.  Untuk memperjelas konsep ini kita dapat membayangkan jika essensi mendahullui eksitensi. Suatu hal, contohnya adalah panah, pertama muncul atau eksis karena sudah dipikirkan terlebih dahulu ide tentang sepeda.  Nilai dari benda itu tergantung pada kesesuaian benda dengan idenya, essensinya. Panah yang tidak dapat dipakai untuk memanah adalah buruk. Nilai suatu benda ada patokan secara jelas oleh penciptanya. Lebih jauh lagi, suatu panah bisa dikatakan bukanlah panah jika tidak dapat untuk memanah. Sifat kodrati panah mucul dahulu senelum eksistensi panah. Dalam hal manusia, manusia dikatakan memiliki kodrat, esensi mendahului eksistensi, jika ada penciptanya yang menentukan.
Contoh lain adalah binatang. Esensi mendahului eksistensi. Mereka memiliki sifat-sifat tertentu sejak lahir dan alur hidup yang jelas di alam. Burung berkicau dan makan biji, macan hidup menyendiri sedangkan jerapah mengelompok Akan tetapi manusia lahir tanpa kejelasan. Kita tiba-tiba terlempar ke dunia tanpa alasan.  Sartre menggunakan istilah forlornness, kesepian dan tidak bahagia, terasing dengan dunia, absolut absurdity (mutlak tanpa alasan) , ibaratnya seperti keadaan bongkahan kayu di tengah laut lepas. Ditangah keadaanya manusia mencipta kembali “esensinya” melalui pilihan dan tindakanya karena dia mutlak bebas dan tidak ada Tuhan yang menentukan esensi. Manusia bebas, manusia adalah kebebasan. Dia dapat menciptakan nilai bagi dirinya sendiri sehingga tidak dapat ditemukan eksistensi. Atas dasar apa Sartre menyimpulkan bahwa kebebasan manusia itu mutlak bersama eksistensinya sehingga menyimpulkan eksistensi mendahului essensi? Selama manusia eksis dia mutlak bebas.
Dalam karya eksistensialismenya yang utama Being and Nothingness Sartre mendasarkan ide kebebasan dengan tiada dan ada. Ada ketiadaan di tengah ada. Sebagai contoh saat dia mencari temanya Piere di kafe. Dia memusaatkan perhatian pada orang-orang tersebut satu demi satu. Saat dia memperhatikan salah satu orang maka keadaan lingkungan dan orang yang lainya menjadi dasar. Orang yang ia perhatikan menjadi gambar sedangkan dasar yang tidak diperhatikan jatuh menuju ketiadaan. Jika ditilik lebih lanjut dasar dan gambar merupakan ciptaan dari kita. Ketiadaan inilah ruang kosong yang memungkinkan adanya tindakan bebas. Ketiadaan seperti lubang-lubang ditengah kepenuhan ada. Jika tanpa lubang ketiadaan itu berati kita seperti terperangkap dalam jerat dan terikat. Ada dan tiada ini juga menjadi pilihan mengambil keputusan. Setelah tidak bertemu piere apa yang akan dilakukan, apa yang akan dilakukan jika bertemu Piere.
Kebebasan ini membawa tanggung jawab. Kita dipaksa menerima konsekuensi atas pilihan kita dan kita dipaksa memilih (tidak memilih sendiri merupakan suatu pilihan untuk tidak memilih). Sartre mengatakan ciri aneh dari realitas manusia adalah tanpa alasan. Sebagai konsekuensinya eksistensialisme merupakan filsafat yang tidak ringan karena tidak ada tempat untuk disalahkan. Tidak ada pihak luar yang yang telah memutuskan perasaan kita , hidup kita atau siapakah diri kita.
Atas dasar inilah manusia menjadi gelisah. Hal ini karena setiap orang menjadi sumber atas nilainya sendiri. Setiap pillihan kita tidak memiliki pembenaran dari pihak luar.
Banyak yang menilai Sartre bersiat pesimis mengenai hubungan manusia satu dengan yang lainya. Drama Sartre berjudul No Exits mengambil seting di neraka. Disitu orang tidak dapat tidur dan berada dalam satu ruangan tertutup tanpa jendela dengan lampu yang terus menyala sedangkan pintu tidak dapat dibuka. Ruangan berisi tiga orang tersebut tanpa alt penyiksa. Ketiga orang itu akan “menyiksa” satu sama lain. “neraka adalah orang lain” kata Garcin, salah satu karakter. Bagaimana bisa? Saat berhadapan dengan orang lain saya menjadi objek dia. Oleh karena itu dia tidak dapat menjadi objek saya sepenuhnya. Eksistensi saya terganggu olehnya. Menurut dia saat tidak ada orang lain. Dunia saya maknai semau gue. Dan saat orang lain hadir seperti ada pemaknaan ulang . Ruang orang lain terdiri dari ruang saya. Inilah yang menciptakan konflik. Selain itu, kebebasan orang lain tidak meneguhkan kebebasan saya. Dia memikirkan apa yang akan saya lakukan. Rasa malu, bersalah dan takut bersumber dari pengobyek dari orang lain. Perasaan inilah yang menurut Sartre menjadi dasar dari Tuhan, subyek yang tidak dapat diobyekan oleh subyek lain.
Dia juga membagi model eksistensi menjadi dua. Pertama yaitu Berada-bagi-dirinya-sendiri (things-for-itself), yaitu eksistensi yang memiliki kesadaran dan tahu bahwa dirinya adalah kemungkinan, suatu ketidak lengkapan, kekosongan, dan mencari kepenuhan lewat keinginan. Yang kedua yaitu berada-dalam-dirinya sendiri (things-in-itself) yaitu yang bukan manusia, benda yang sudah penuh dalam dirinya sendiri. Manusia memiliki hasrat untuk menjadi berada-dalam-dirinya-sendiri-bagi-dirinya-sendiri. Akan tetapi satu-satunya yang bersifat seperti itu adalah Tuhan. Gagasan Tuhan berati kekosongan yang penuh. Gagasan yang bertentangan dalam dirinya sendiri. Maka dari itu, Sartre mengatakan bahwa manusia adalah hasrat yang sia-sia (tapi Sartre sendiri adalah seorang pejuang yang gigih)
Gagasan Sartre berhubungan satu sama lainya. Sehingga akan lebih baik jika tidak hanya membaca bukunya secara terpisah. Dia juga penulis yang produktif dan berkualitas baik dalam fiksi maupun non fiksi. Nobel Sastra sempat diberikan padanya tapi ditolak dengan alasan ideologis. Pertama dengan menerima Nobel dia akan menjadi Borjuis. Kedua, pembaca akan terlalu tersugesti sebelum membaca karyanya. Seperti halnya para rasionalis prancis, gagasan-gagasanya tersusun dalam karyannya secara rapi. Beberapa karyanya dalam bentuk novel Nausea (kemuakan.blm diterjemahkan). Novel ini yang paling padat dalam mencerminkan gagasan filsafat Sartre. Irish Murdock dalam Sartre Romantic Rationalist menyebut bahwa Nausea adalah novel pertama Sartre yang berisi semua minat utamanya kecuali minat politis. Selain itu novel triloginya (sebenarnya menurut rencananya tetralogi, tapi tidak terselesaikan) berjudul The Road to freedom terdiri dari The Age of Reason(diterbitkan dengan judul yang sama pada edisi bahasa Indonesia),The Reprieve (diterjemahkan dengan judul Kematian yang Tertunda), dan Iron in the Soul. Selain itu Dramanya No Exit(Diterjemahkan sebagai pintu tertutup) dan The Flies. Selain itu kumpulan cerpenya yang berjudul Wall (diterjemahkan dengan judul Dinding) melejitkan namanya di dunia sastra.  Esai filsafatnya yang paling padat dan fenomenal adalah Existentialism is a Humanism(sudah diterjemahkan dalam bentuk buku kecil berjudul eksistensialisme adalah humanisme). Being and Nothingness merupakan buku yang ditulisnya dalam penjara (1940-1941) dimana dia mengkonsep eksistensialismenya secara terperinci. Selain itu, dia juga mengkritik cara berpikir dialektis dalam Critique of dialectical reason. Dalam bidang psikologi bukunya yang banyak dibaca adalah The Transcendence of the Ego, Emotions: outline of a theory(telah diterjemahkan dengan judul Pengantar Teori Emosi). Existentialism and Human Emotions dan Psychology of Imagination (telah diterjemahkan dengan judul yang sama). Selain karya yang telah disebutkan di atas masih banyak buku karanganya. Selain itu, bacaan yang penulis anjurkan sebagai sumber sekunder untuk memulai adalah Sartre Untuk Pemula, 90 menit bersama Sartre dan Romantic Rationalist.
Dia meninggalkan eksistensialisme saat eksistensialisme sedang banyak digemari dan kepopuleranya sedang memuncak. Ia berpindah ke Marxis. Tahun 1977 dia menyatakan dia bukan seorang marxist lagi sebelum meninggal pada 15 April 1980. dia memiliki kebiasaan buruk selama hidupnya yaitu suka minum wiski, menghabiskan dua bungkus rokok sehari dan menggunakan obat-obatan terlarang untuk membantu berpikir. Penghormatan diberikan padanya saat dia meninggal dengan banyaknya orang mengantarnya ke pemakaman hingga jalanan kota Paris penuh sesak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar