INFORMASI SNMPTN 2012

----------------------- Page 1-----------------------

                               INFORMASI

SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI

                        (SNMPTN) TAHUN 2012



Idul Adha dan Totalitas Dalam Dedikasi

Umat Islam setidaknya memiliki dua hari raya terbesar dalam setahun. Dua momen spesial tersebut adalah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sebagai salah satu hari besar yang memiliki posisi istimewa dalam siklus relasi religius umat Islam, Idul Adha juga mengandung satu unsur yang sangat istimewa, yaitu ritual penyembelihan hewan qurban. Dalam penanggalan Islam (penanggalan Hijriyah) Idul Adha jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah, atau sekitar dua bulan lebih setelah Idul Fitri.

QUO VADIS “SUARA MAHASISWA” ?

Sebagai prolog dari tulisan ini, penulis hendak menyampaikan ucapan belasungkawa dan sedih yang mendalam atas beberapa fenomena kecil secara kasat mata namun sangat bernilai ketika direfleksikan dalam perenungan yang mendalam. Salah satunya adalah ketika penulis mengetik kata “mahasiswa jogja” di searching Google,  yang muncul adalah deretan data tentang kasus yang melingkupi dunia mahasiswa Yogyakarta.

Analisa Problematika Bangsa

Semakin larutnya penyelesaian kasus korupsi Wisma Atlet kembali memaksa masyarakat Indonesia hanyut dalam realita sosial, ekonomi, dan beberapa aspek kehidupan yang memburuk. Upaya penyelesaian yang molor disebabkan oleh munculnya berbagai fakta hukum yang entah merupakan sebuah kesengajaan maupun hanya sekedar kebetulan belaka. Kasus Wisma Atlet dengan salah satu tersangkanya M. Nazaruddin, hanyalah sebuah contoh [sampel] gambaran betapa kita telah kehilangan pejabat dengan idealitas kinerja yang dapat diandalkan.

Makalah Tentang Konsep Tarikh al-Mutun

TARIKH AL-MUTUN

Hadits adalah teks normatif kedua setelah al-Qur’an yang mewartakan prinsip dan doktrin ajaran Islam. Sebagai teks kedua (the second teks), hadits tidaklah sama dengan al-Qur’an dalam beberapa aspek, seperti dalam tingkat kepastian teks (qathi al-wurūd), maupun pada taraf kepastian argumen yang diajukan (qathi al-dalālah). Kenyataannya, hadits dihadapkan pada fakta tidak adanya jaminan otentik yang secara eksplisit menjamin kepastian teks, sebagaimana yang dimiliki oleh al-Qur’an. Konsep ini kemudian menjadi rahim lahirnya beberapa disiplin ilmu yang dibuat secara “swadaya” oleh para ahli.[1] Namun ada juga beberapa aspek yang memiliki kesamaan antara kajian al-Qur’an dan hadits, yaitu aspek historisitas. Sederhananya, setiap teks yang disampaikan oleh al-Qur’an dan hadits selalu memiliki sejarah lahirnya teks tersebut. Sehingga ada beberapa kalangan yang menganggap bahwa dalam proses kerjanya ilmu tarikh al-mutun serupa dengan kerja ilmu asbabun nuzul  dalam kajian teks ayat al-Qur’an. Ilmu tarik al-mutun juga memiliki kesamaan dengan asbabul wurud hadits. [2]


[1] Lihat Kritik Matan Hadits karangan Drs. Hasjim Abbas
[2] Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddiqy dalam Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, jilid II, hal. 302

Contoh PENELITIAN KITAB RIJĀL AL-HADĪS

PENELITIAN KITAB RIJĀL AL-HADĪS
Ath-Thabaqatu al-Kabiri
Karya Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ az-Zuhriy



Kata Pengantar

Bismillāhi ar-rahmāni ar-rahîmi
Segala pujian dan liturgi hanya milik Allah, Sang Pencipta dan Pembuka khazanah keilmuan. Shalawat serta salam dihaturkan kepada Rasulullah SAW, sebagai mentor dan proklamator Islam. Beliau adalah sumber utama (primer source) wacana keislaman yang menjadi kajian masa setelahnya. Hormat juga kepada para sahabat dan keluarga beliau, di mana jasa mereka adalah konfigurasi kepatuhan yang sangat mendalam.
Penelusuran perawi-perawi hadis Nabi merupakan sebuah proses yang panjang, membutuhkan sumber-sumber yang memiliki akuntabilitas, seperti kitab-kitab yang memuat penjelasan para perawi hadis tersebut. Salah satunya adalah kitab ath-Thabaqatu al-Kabir karya Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ az-Zuhriy (w. 230 H). Pembacaan sekilas terhadap buku ini menjadi kajian dalam makalah ini, yaitu dengan pemaparan beberapa poin penting yang terkandung di dalam mukaddimah kitab tersebut.








Makalah Tentang Konsep Sab'atu Ahruf

BAB II
PEMBAHASAN
A.      SEPUTAR SAB’ATU AHRUFIN
1.      Definisi Sab’atu Ahrufin
Dalam kerangka etimologi, para ulama secara umum cenderung berpendapat bahwa kata “tujuh” dalam hadis tentang sab’atu ahrufin tersebut adalah arti tujuh yang sebenarnya, dan bukan arti kiasan. Artinya, tujuh adalah angka yang terletak antara andka enam dan delapan. Sedangkan kata ahruf secara lughawi adalah jamak dari harf yang antara lain berarti pinggir dari sesuatu, salah satu huruf hijaiyah, dan lain-lain.[1]


[1] Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal. 98